Kita semua sadar dan tau bahwa
motor yang kita pakai sehari-hari bukanlah murni produk kita Indonesia
kebanyakan bahkan semua motor tersebut adalah hasil assembling atau rakitan
Indonesia dimana beberapa bagian komponen memakai bahan local serta dilakukan
oleh pekerja-pekerja local. Tapi bagaimanapun juga merek induk masih di bawah
merek dari Negara lain seperti Jepang, Italia, Amerika, China.
Dll tentu saja setelah mereka membayar berbagai pajak dan segalanya sehingga
pada akhirnya berdirilah pabrik perakitan sepeda motor di Indonesia dengan
memakai tenaga Indonesia
juga.
Trus bagaimana dengan merek-merek
yang kita kenal dan dengar yang mereka gembor-gemborkan merupakan produk dalam
negeri, produk anak bangsa dan lain-lainya lah yang bisanya di embel-embeli
dengan kata-kata “Cintailah Produk Dalam Negeri”. Benarkah motor tersebut emang
buatan Indonesia, milik Indonesia,
ah…kita semua pasti tahu jawabanya. Kita ingat dulu dengan mobil Timor dengan berbagai kasusnya yang sampai saat ini masih
menjadi salah satu masalah yang belum terselesaikan oleh jajaran hukum kita.
Kita semua memang sudah terbiasa
dan sudah teredukasi dengan budaya konsumtif, kita masih sering merasa bangga
bahkan sombong dengan memakai suatu produk seperti motor, mobil, ponsel,
pakaian, dll kita jarang sekali merasa bangga untuk menciptakan suatu produk,
kita lebih senang memakai barang jadi. Bukankah ini ironis sekali di sisi lain
masyarakat berteriak mengapa BBM jadi mahal, mengapa pemerintah selalu menekan
rakyat kecil, mengapa pemerintah tidak adil, mengapa…mengapa…dan beratus-ratus
kata mengapa lainya tetapi di balik itu kita lihat angka penjualan Motor,
Mobil, Ponsel, pasti akan mengalami kenaikan tiap tahunya bahkan jika ada motor
baru yang belum di launching pun kita udah di hadapkan dengan ratusan penginden
padahal motor tersebut masih termasuk mahal atau kita ambil contoh pada saat
peluncuran ponsel merek tertentu yang harganya bisa mencapai 15 juta waktu itu,
yup…masyarakat Indonesia pun masih berbondong-bondong antri untuk mendapatkan walaupun
tau harga tersebut tidak sebanding dengan apa yang dibelinya nanti.
Melihat kejadian di atas kita
harus mawas diri bangsa kita masih di dominasi oleh budaya gengsi, tinggi hati,
sombong, dan malas yang pada akhirnya tidak akan membuat bangsa ini makin maju
tapi makin membawa kita dalam kemunduran. Kita semua tau bahwa dulu kita bisa
di atas Malaysia, India, Korea, tapi sekarang keadaan sudah
terbalik. Kita sekarang berubah menjadi lahan pasar mereka, mereka yang dulu
berguru pada kita serta impor beras dari kita sekarang mereka bisa menjadi guru
kita mereka sudah mengekspor berbagai produk-produk otomotif, elektronik, dll
sedangkan kita masih mengekspor serta kadang-kadang mengimpor bahan pertanian,
sungguh ironis sekali.
Akhirnya penulis hanya bisa memberi
pertanyaan “Maukah kita berubah, maukah kita berusaha, puaskah kita hanya
sebagai konsumen, mana sarjana-sarjana kita? Hanya kita semua yang tau
jawabanya.
|